Manusia merupakan ciptaan Allah yang paling mulia, di dalam dirinya terdapat potensi-potensi bagus yang dapat dikembangkan di berbagai macam lingkungan. Potensi-potensi tersebut adalah: 1) Hidayat al-Ghariziyyat (naluriah); 2) Hidayat al-Hissiyyat (inderawi); 3) Hidayat al-Aqliyyat (nalar); dan 4) Hidayat al-Diniyyat (agama). Potensi beragama dengan sendirinya sudah ada di dalam diri manusia, yaitu sejak sebelum manusia lahir di dunia. Dengan hal ini, kita bisa melihat kenyataan bahwa manusia memiliki fitrah keagamaan tersebut pertama kali ditegaskan dalam ajaran Islam. Sebelumnya, manusia belum mengenal kenyataan ini. Baru di masa akhir-akhir ini, muncul beberapa orang yang menyerukan dan mempopulerkannya. Dalam Al-Qur’an, Allah berfirman:
وَإِذۡ أَخَذَ رَبُّكَ مِنۢ بَنِيٓ ءَادَمَ مِن ظُهُورِهِمۡ ذُرِّيَّتَهُمۡ وَأَشۡهَدَهُمۡ عَلَىٰٓ أَنفُسِهِمۡ أَلَسۡتُ بِرَبِّكُمۡۖ قَالُواْ بَلَىٰ شَهِدۡنَآۚ أَن تَقُولُواْ يَوۡمَ ٱلۡقِيَٰمَةِ إِنَّا كُنَّا عَنۡ هَٰذَا غَٰفِلِينَ
Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)", (QS Al-A’raf, 7:172).
Berdasarkan informasi tersebut sudah jelas bahwa manusia secara fitri merupakan makhluk yang memiliki kemampuan untuk beragama. Hal demikian sejalan dengan petunjuk nabi dalam salah satu hadisnya yang mengatakén bahwa setiap anak yang dilahirkan memiliki fitrah (potensi beragama), maka kedua orang tuanyalah yang menjadikan anak tersébut menjadi Yahudi, Nasrani atau Majusi.
Melihat potensi agama yang ada dalam diri manusia, maka setiap orang tua diwajibkan untuk membantu anaknya dalam mengembangkan potensi tersebut. Pengaruh lingkungan terhadap seseorang adalah memberi bimbingan kepada potensi yang dimilikinya itu. Dengan demikian, jika potensi fitrah itu dapat dikembangkan sejalan dengan pengaruh lingkungan maka akan terjadi keselarasan. Sebaliknya jika potensi itu dikembangkan dalam kondisi yang dipertentangkan oleh kondisi lingkungan, maka akan terjadi ketidakseimbangan pada diri seseorang.
Karena demikian pentingnya menumbuhkembangkan dan memelihara potensi keagamaan yang ada dalam diri manusia, maka saat pertama kali anak lahir harus diadzani. Adzan dari orang tua dilakukan di telinga kanan sang anak, kemudian diiqamati pada telinga sebelah kiri.
Berdasarkan hal tersebut, maka pengaruh agama dalam kehidupan individu adalah memberi kemantapan batin, rasa bahagia, rasa terlindung, rasa sukses dan rasa puas. Perasaan positif ini lebih lanjut akan menjadi pendorong untuk berbuat. Agama dalam kehidupan individu selain menjadi motivasi dan nilai etik juga merupakan harapan.
Agama berpengaruh sebagai motivasi dalam mendorong individu untuk melakukan suatu aktivitas, karena perbuatan yang dilakukan dengan latar belakang keyakinan agama dinilai mempunyai unsur kesucian. serta ketaatan. Keterkaitan ini akan memberi pengaruh diri seseorang untuk berbuat sesuatu. Sedangkan agama sebagai nilai etik karena dalam melakukan sesuatu tindakan seseorang akan terikat kepada ketentuan antara mana yang boleh dan mana yang tidak boleh menurut ajaran agama yang dianutnya.
Sebaliknya agama juga sebagai pemberi harapan bagi pelakunya. Seseorang yang melaksanakan perintah agama umumnya karena adanya suatu harapan terhadap pengampunan atau kasih sayang dari sesuatu yang gaib (supernatural).
Motivasi mendorong seseorang untuk berkreasi, berbuat kebajikan maupun berkorban. Sedangkan nilai etik mendorong seseorang untuk berlaku jujur, menepati janji menjaga amanat dan sebagainya. Sedangkan harapan mendorong seseorang untuk bersikap ikhlas, menerima cobaan yang berat ataupun berdoa. Sikap seperti itu akan lebih terasa secara mendalam jika bersumber dari keyakinan terhadap agama.
1 Comments
Saya makin paham terima kasih
ReplyDelete