Kethek Ogleng merupakan salah satu kesenian asli Desa Tokawi Kecamatan Nawangan Kabupaten Pacitan, yang dikreasi oleh Sutiman. Beliau memberi nama Kethek Ogleng karena dua hal, yaitu pertama gerakan yang ditiru adalah gerakan kera (kethek); kedua, kata Ogleng berasal dari gamelan yang mengiringi seni tari tersebut, yang didominasi bunyi "gleng... glong... gleng... glong...". Sejak nama Kethek Ogleng dipopulerkan oleh Sutiman, seni tari original Pacitan ini mulai dikenal oleh kalangan masyarakat, baik dari dalam daerah maupun luar daerah. Hingga saat ini, nama itu tetap tidak dirubah oleh Sutiman maupun para generasi muda yang mempelajarinya.
Kehidupan umat manusia saat ini sudah memasuki zaman modern (saat ini era revolusi industri 4.0), yang ditandai dengan adanya robotic automation, internet of things, data of things, 3D printer. Hal ini dikhawatirkan akan menggiring bangsa Indonesia, khususnya masyarakat Pacitan akan melupakan dan bahkan tidak mengenali seni tari Kethek Ogleng . Kekhawatiran ini banyak diungkapkan oleh berbagai pakar yang sudah lebih awal mengenali tanda-tandanya, sehingga banyak dari para pakar selalu mengingatkan dan menggembor-gemborkan kearifan lokal.
Kekhawatiran itulah yang mendorong Bakti Sutopo, Agoes Hendriyanto, dan Arif Mustofa untuk menulis buku yang berjudul "Kethek Ogleng Kesenian Monumental Asli Tanah Pacitan". Diterbitkan pertama kali oleh Lembaga Ladang Kata Yogyakarta pada September 2018. Penulisan buku ini sebagai bentuk kecintaan dan kebanggaan pada seni original Pacitan, dan kepedulian para penulis untuk melestarikannya. Dengan buku ini, para penulis ingin mengenalkan kepada khalayak ramai mengenai seni tari Kethek Ogleng.
Buku yang ditulis oleh akademisi dan praktisi senior ini berisi informasi-informasi mengenai seni Kethek Ogleng yang dibahas dalam tujuh bab. Buku ini membahas tentang tari yang meliputi jenis-jenisnya, unsur struktur tari, dan tari sebagai produk sosial. Kemudian masuk pada pembahasan yang lebih khusus mengenai Kethek Ogleng dari segi sejarah, filosofi, nilai-nilai yang terkandung di dalamnya, syair kudangan yang terkandung di dalamnya, dan kemungkinan-kemungkinan untuk memperkuat kesenian ini di masa depan.
Dalam sejarahnya, Sutiman bisa mengkreasi kesenian Kethek Ogleng karena pada awalnya beliau melihat tingkah kera di hutan dekat tempat tinggalnya. Tingkah kera itu dipandang Sutiman sangat menghibur dirinya, gerakan-gerakannya unik dan lucu. Pasca pengamatan awal itu, ternyata beliau masih memikirkan gerakan-gerakan kera yang menghibur itu, beliau berandai-andai jika dirinya bisa melakukan gerakan-gerakan tersebut, pasti bisa menghibur teman-temannya. Sejarah lebih lengkap bisa langsung dibaca di bukunya, karena dialektika perjuangan beliau dalam mengkreasi kesenian ini masih panjang.
Dengan membaca buku ini, sama halnya para pembaca melestarikan kesenian Kethek Ogleng agar tetap eksis tanpa terpengaruh dengan perubahan sosial. Setiap pembaca bisa mengetahui kenyataan sejarah yang ada bahwa Kethek Ogleng merupakan asli Pacitan dan bisa diterima oleh masyarakat luas. Setiap pembaca juga bisa memberikan dukungan terus-menerus agar kesenian ini tidak diaku-aku oleh orang lain.
0 Comments