Oleh: Suheri Sahputra Rangkuti*
Fenomena menarik dalam perpolitikan bangsa akhir-akhir ini adalah munculnya kaum anti pancasila yang ikut memanaskan suasana pemilu. Pasca dibubarkannya ormas yang dianggap bersebarangan dengan pancasila ternyata tidak serta merta mematikan gerakan ini. Justru setelah dibubarkan muncul individu maupun kelompok yang hadir dengan wajah baru. Mereka tidak ketinggalan untuk ambil bagian dalam ruang-ruang demokrasi bangsa ini termasuk momen pemilu.
Lewat media sosial kaum semi anti pencasila ini cukup lihai. Ketika ada informasi yang tidak jelas asal usulnya dan bersifat memojokkan pemerintah maka dengan cepat berita itu akan disebarkan dengan tujuan agar kepercayaan rakyat kepada negaranya memudar. Atas nama demokrasi dan kebebasan berpendapat, mereka memposisikan diri sebagai oposisi pemerintah yang mengkritik pemerintah habis-habisan. Bahkan tak jarang mereka juga sering menyalahkan dasar negara pada persoalan yang tidak jelas dan tidak ada hubungannya. Intinya, seluruh kritik dan solusi yang mereka tawarkan tidak lain hanya bermuara pada penggantian dasar negara. Di lain hal, sistem yang mereka tawarkan juga hanya berisi retorika-retorika dengan mengguakan dalil agama.
Tidak sedikit yang terpengaruh dari ajakan dan polarisasi dari kaum semi anti pancasila ini. Liputan 6 melansir pernyataan Asvi Warman Adam (Peneliti LIPI 2017) mengungkapkan bahwa dampak memudarnya ajaran pancasila memunculkan pandangan-pandangan yang radikal pada generasi muda, yang juga menimbulkan gerakan yang ekstrim seperti terorisme dan kegiatan negatif lain yang harus dicegah. Selain itu, ia juga menemukan sejumlah generasi muda yang senang menghina golongan dan etnis tertentu. Termasuk upaya-upaya untuk membentuk negara khilafah dengan dalih pemirikiran mereka tidak terawakili atau tidak ‘nyambung’ dengan pancasila.
Rentetan peristiwa di atas, tentu akan membawa kita pada titik kekhawatiran bahwa tantangan kita saat ini adalah pikiran-pikiran yang tersusupi sejak dulu sekarang mulai mengaum karena sudah memiliki pengikut dan otoritas. Suara auman yang selalu mereka gemakan tidak lain hanya suara perpecahan yang tidak sedikit menimbulkan konflik di antara anak bangsa.
Melihat realitas di atas, pengguna sosmed yang cinta damai dan cinta NKRI harus jeli membaca. Pengetahuan yang mendalam tentang hakikat berbangsa dan bernegara perlu untuk dimiliki. Setidaknya, agar kita menjadi warga negara yang bisa memandang masa lalu, masa kini dan masa mendatang dengan segala macam lika-liku dan nuansanya.
Di lain hal, generasi milenial yang sangat rentan terhadap pengaruh-pengaruh radikalisme mengajak kita untuk senantiasa memberikan pencerahan, baik mealalui media maupun secara langsung. Orang tua sebagai individu terdekat kepada anggota keluarnya termasuk generasi muda sedaya mampu harus memilih dan memilah segala kebutuhan yang bersifat intlektual mereka termasuk pendidikan.
Di samping lewat media, gerakan radikalisme soft dan terstruktur ini juga memasuki lembaga pendidikan dan literasi. Mereka disuguhi cover yang menarik dan judul yang menarik padahal isinya adalah propoganda terhadap negara. Bahkan banyak yang bertajuk novel dan buku-buku agama. Kejelian orang tua memberikan penanaman pancasila kepada generasi muda adalah modal awal untuk membendung generasi ini dari segala macam gempuran kaum semi anti pancasila.
Akhirnya, merangkum semua penjelasan di atas, kita bisa meraba, bahwa media sosial bisa saja berubah dari yang semestinya yaitu, sebagai alat yang mempermudah manusia untuk bersosialisasi menjadi alat anti sosial bahkan dipergunakan untuk perlawanan terselubung. Untuk itu, kita harus menyadari betul media sosial adalah alam yang butuh vrefikasi. Apapun yang dibaca dan yang diterima dari media sosial, perlu dicek asal-muasalnya, setidaknya mengetahui, dari portal, akun dan media apa yang memfublikasiannya. Paling tidak cara ini dapat membatasi informasi-informasi yang datang dari akun gelap ataupun portal abal-abal yang menyimpan niat buruk dan provokasi.
*) Penulis adalah Mahasiswa Program Doktor UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
0 Comments