Pengertian dan Contoh Makruh dalam Ushul Fikih



Makruh adalah sesuatu yang dituntut syar’i untuk tidak dikerjakan oleh mukallaf dengan tuntutan yang tidak pasti. Seperti nash yang menyatakan “Allah memakruhkan hal ini bagi kalian”, atau sesuatu itu dilarang dan larangan itu diiringi dengan patunjuk bahwa larangan itu bermakna makruh, bukan haram, seperti firman Allah Swt.:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَا تَسَۡٔلُواْ عَنۡ أَشۡيَآءَ إِن تُبۡدَ لَكُمۡ تَسُؤۡكُمۡ وَإِن تَسَۡٔلُواْ عَنۡهَا حِينَ يُنَزَّلُ ٱلۡقُرۡءَانُ تُبۡدَ لَكُمۡ عَفَا ٱللَّهُ عَنۡهَاۗ وَٱللَّهُ غَفُورٌ حَلِيمٞ

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menanyakan (kepada Nabimu) hal-hal yang jika diterangkan kepadamu akan menyusahkan kamu dan jika kamu menanyakan di waktu Al Quran itu diturunkan, niscaya akan diterangkan kepadamu, Allah memaafkan (kamu) tentang hal-hal itu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun. (QS. Al-Maidah: 101).

Atau dalil yang berupa perintah agar umat Islam menjauhi suatu perbuatan, seperti firman Allah Swt.:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِذَا نُودِيَ لِلصَّلَوٰةِ مِن يَوۡمِ ٱلۡجُمُعَةِ فَٱسۡعَوۡاْ إِلَىٰ ذِكۡرِ ٱللَّهِ وَذَرُواْ ٱلۡبَيۡعَۚ ذَٰلِكُمۡ خَيۡرٞ لَّكُمۡ إِن كُنتُمۡ تَعۡلَمُونَ

Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum'at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. (QS. Al-Jum’uah: 9).

Dalam ayat tersebut, perintah Allah untuk tidak melakukan jual beli agar setiap umat Islam menyegerakan dalam menunaikan shalat jumat.


Jika ada perintah atau tuntutan yang menunjukkan ketidakpastian, maka disebut makruh (dimakruhkan bagimu ini). Jika bentuknya adalah larangan secara mutlak, atau perintah menjauhi secara mutlak, maka diambil dalil-dalil atau alasan yang menunjukkan tuntutan itu pasti atau tidak pasti (alasannya adalah ada atau tidak adanya hukuman yang telah dijelaskan dalam dalil-dalil syariat atas suatu perbuatan). Oleh karena itu sebagian ulama ushul fikih memberi pengertian haram dengan sesuatu yang pelakunya berhak mendapat siksa dan makruh dengan sesuatu yang pelakunya tidak berhak mendapat siksa; terkadang berhak mendapat cela.


Referensi:
Abdul Wahhab Khallaf, Ilmu Ushul Fikih Kaidah Hukum Islam, Jakarta: Pustaka Amani, 2003.

Post a Comment

0 Comments